Breaking News

Salut Silampari, Mencintai Sepenuh Hati


Jauh sebelum bersentuhan dengan Universitas Terbuka, Warah M.Pd sebenarnya sudah terobsesi dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini. Ceritanya, ketika anaknya masih kanak-kanak, satu di antara ketiga anaknya pulang sekolah sambil menangis. Usut punya usut, ternyata bagian perutnya dicubit oleh guru TK di sekolahnya. Entah apa sebabnya.

Bagi Warah, bukan sekadar sebagai orang tua, kesalahan anak tak boleh dihukum dengan kekerasan fisik, bahkan senakal apapun seorang anak. Perlakuan terhadap seorang anak ada tahapannya,  untuk anak usia 3-4 tahun, usia 4-5 tahun, dan anak usia 5-6 tahun, masing-masing berbeda cara mendidiknya.

“Persoalannya, dari 84 sekolah TK di Lubuklinggau, ketika itu mayoritas guru tidak linier pendidikannya, kalaupun ada hanya lima persen saja, selebihnya banyak yang cuma lulusan SMA. Mereka benar-benar otodidak. Maka tak heran kasus seperti yang dialami anak saya dulu kerap terjadi. Tidak ada di antara mereka yang lulusan S1 PG PAUD,” tutur perempuan kelahiran Lubuklinggau 2 Agustus 1970 itu.


Maka, Warah pun lantas mendirikan sekolah TK ke 85 dengan berupaya agar guru yang mengajar benar-benar linier dengan pendidikan yang ditempuhnya. Ini agar guru mengerti proses didaktik-metodik, bukan semata soal calistung (baca-tulis-hitung) misalnya. “Biar ketika mengajar tidak menyimpang dari kurikulum,” ujarnya kemudian.

Dalam membangun TK atau PAUD, Warah mengutamakan lapangan yang yang luas, bukan cuma bangunan tempat belajar. Prinsipnya, bagi nenek seorang cucu ini, belajar itu tidak semata di dalam kelas. Belajar itu juga terjadi di luar kelas. “Dunia anak-anak itu dunia bermain, maka dalam bermain itu ada proses pembelajaran,” kata kandidat doktor Universitas Sriwijaya yang segera menyelesaikan ujian tertutup pada akhir Januari itu.

Itu sebabnya, barangkali, ketika kelak ia menjadi tutor Universitas Terbuka (UT) pada 2008 hingga kemudian ia mendirikan Pokjar Lubuklinggau Selatan pada 2012, Warah menyelipkan kampanye pentingnya pendidikan yang memadai untuk guru PAUD dan guru SD. Warah bahkan melakukan sosialisasi door to door ke sekolah-sekolah.

Sosprom ke sekolah

Pentingnya pendidikan linier ini bukan tanpa alasan, menurut Warah sejak pemerintah melakukan perekrutan besar-besaran guru inpres SD pada tahun 1983-1984, selepas tahun 1990 sudah tak ada lagi sekolah SPG bagi calon guru SD. Maka, menurut Warah, Lubuklinggau akan kekurangan guru SD karena mayoritas dari para guru inpres itu pada 2020 sudah memasuki usia pensiun. “Maka akan terjadi kekurangan guru lulusan PG SD dan PG PAUD,” kata mantan lulusan SPG 1990 itu.

Buah dari sosialisasi door to door yang dijalani ketika menjadi tutor itu memudahkan Warah merekrut mahasiswa, meski masih sedikit yakni 34 orang mahasiswa yang berhasil direkrut melalui Pokjar Lubuklinggau Selatan pada 2012. Pokjar yang dipimpinnya pun berkembang dan berhasil merekrut hingga mencapai enam kelas.

“Karena tempat yang tidak memadai akibat daya tampung terbatas, kebetulan saya sebagai kepala sekolah SMP 11, maka kegiatan dilakukan di sekolah tempat saya ini dengan izin Dinas Pendikan. Di sini berlangsung selama tiga tahun,” kata Warah yang kemudian berhenti menjadi Kepala Sekolah.


Pada tahun 2013 Pokjar Lubuklinggau Selatan berhasil merekrut 300-an mahasiswa UT.  Pada tahun ini kemudian Warah mendirikan Yayasan Warahmah demi kepentingan untuk membangun TK, SD, dan SMP. Kebetulan sang suami mendukung dengan menjual aset untuk lahan pembangunan sekolah.

Pada tahun 2016 selain berhasil merekrut lima kelas PG PAUD, ia juga memberanikan membuka Prodi Hukum karena melihat peluang pegawai lembaga pemasyarakatan dan polisi yang cuma lulusan SMA. Puncak jumlah mahasiswa UT yang dikelola Pokjar terjadi pada 2019 yakni berjumlah sekitar 800-an.

Akhirnya, Pokjar Lubuklinggau Selatan yang dipimpinnya naik kelas menjadi Salut pada 29 Januari 2019. “MoU Salut Silampari terjadi pada semester 2020.1 jadi operasional masih menggunakan sistem Pokjar, baru pada semester 2020.2 memakai sistem Salut,” katanya.


Sebenarnya, ia juga cukup berbangga karena Salut Silampari telah berhasil mengantarkan meluluskan 165 mahasiswa atau setara lima angkatan Magister Administrasi Publik. Sayang, program ini terhenti karena kesulitan pengajar bergelar S3 yang bisa menjangkau Lubuklinggau, sebab UT melakukan MoU dengan Universitas Sriwijaya yang jarak tempuh ke Lubuklinggau bisa 7-8 jam. Sementara jika dengan Universitas Negeri Bengkulu jarak tempuhnya sekitar 3-4 jam saja. “Sekarang, untuk memulai lagi program S2 agak berat, kalau tidak dibilang sulit,” katanya.

Meski begitu, untuk kepentingan regenerasi, ia melibatkan satu anaknya di yayasan pendikan yang didirikan dan Salut Silampari. “Kebetulan ia juga kuliah di UT,” tutur Warah. Warah merasa berbangga karena guru PAUD dan SD di Lubuklinggau saat ini sudah banyak yang linier pendidikannya. “Alhamdulillah,” katanya.

Kegiatan perekrutan mahasiswa

Prinsipnya, menurut Warah, sebagai muslim ia selalu memegang prinsip bahwa ketika meninggalkan dunia harus dengan amal jariah dan ilmu yang bermanfaat. “Saya ingin masyarakat Lubuklinggau maju tingkat pendidikannya,” imbuh dia. Sejak 2012 hingga saat ini, Warah ikut bangga karena Salut Silampari yang bertransformasi dari Pokjar Lubuklinggau Selatan telah mengantarkan lebih kurang 1.000 alumni.

Maka, kini ia sudah merampungkan pembangunan gedung baru dua lantai berukuran 12 X 50 meter di atas tanah seluas satu hektar yang bukan cuma bisa digunakan untuk kepentingan sekolah di bawah yayasan pendidikan yang didirikan, namun juga untuk mahasiswa UT di bawah koordinasi Salut Silampari. Gedung baru ini pun warnanya cukup mencolok khas dengan corporate colour UT, kuning, putih, biru. (Krisman Purwoko)

Mendampingi Wisuda

Tidak ada komentar